Kamis, 15 September 2016

Full day school dan Hari Sabtu libur Sekolah

Muncul wacana dari menteri pendidikan kita, Muhadjir Efendi yang mengungkapkan akan diberlakukan hari Sabtu adalah hari libur sekolah. Wacana tersebut muncul setelah muncul wacana full day school yang sempat ramai di media sosial.

“kamu pergi duluan ya, saya nanti belakangan” nampaknya hal demikian yang terasa bila kita membandingkan kedua wacana bapak menteri pendidikan kita. Jika keputusan tersebut diwujudkan, semua daerah diwajibkan menerapkan hari efektif sekolah hanya lima hari dalam sepekan. Mulai Senin hingga Jumat. Dengan demikian, jika ditetapkan Sabtu sebagai hari libur secara nasional, maka ada konsekuensi penambahan jam belajar pada Senin-Jumat. Sehingga beban belajar anak-anak tidak tereduksi. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler dan mengasah minat serta bakat yang biasanya dilakukan di hari Sabtu, juga bisa ditempatkan sepanjang Senin sampai Jumat.

Meski begitu, ada beberapa hal yang harus dijadikan perhatian jika sistem ini berlaku. Terutama mengenai tujuan diberlakukannya kebijakan tersebut. Harus dilihat dahulu kondisinya, seperti masih adanya sekolah yang masih menggunakan sistem double shift. Sekolah ini tidak mungkin bisa menyelenggarakan peraturan lima hari kerja.
Selanjutnya, juga dilihat kesiapan dari tenaga pengajar dengan panjangnya waktu belajar. Karena untuk pengurangan hari sekolah, maka harus menambah waktu dan jam belajar di hari efektif. Contohnya jika biasanya siswa pulang ke rumah pada pukul 2 siang, karena diberlakukan penambahan jam belajar, otomatis mereka harus pulang pada pukul 4 sore. Juga seperti sekolah yang memang biasanya pulang pada pukul 3 sore, ketika terdapat penambahan jam mereka harus pulang jam berapa mereka nantinya.

Kemudian, terhadap guru atau tenaga pengajar, dari sisi kuantitas mungkin memenuhi, tetapi dari segi kualitas belum tentu. Artinya harus sesuai dengan yang diampu. Misalnya seni budaya yang diajar dengan guru yang tidak relevan di bidangnya. Tetapi karena kurangnya guru, maka guru tersebut mengajar di mata pelajaran yang tidak sesuai di bidangnya.
kurikulum yang diterapkan untuk sekolah saat ini masih memberatkan siswa didik. Dia memberi contoh, sekolah internasional di Jakarta yang notabene kualitasnya lebih unggul justru menerapkan kurikulum yang ringan. Pelajaran kok sampai 16, itu memberatkan. Beberapa sekolah internasional hanya delapan pelajaran. Akibatnya, penerapan kurikulum yang berat itu hanya menguasai sedikit ilmu di banyak aspek. Hal itu kurang efektif karena yang dipelajari tidak semuanya diimplementasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar